Saturday, September 02, 2006

Sebuah Perjalanan Kecil

28 Agustus 2006

Hari ini jadwal service motor untuk yang kedua kalinya. Aku pilih dealer yang di Asia-Afrika aja deh. Soalnya belum pernah ngerasain di sana. Selain itu, tempat tunggu dan bengkel service juga terpisah. Sehingga kita nggak kena polusi di dalem ruangan. Lumayan lama sih nunggu giliran.

Setelah menunggu untuk beberapa lama, aku memutuskan pulang ke rumah daripada menunggu selesai servis. Aku rasa ini momen yang tepat—bisa disebut penyadaran—untuk nostalgia di masa-masa aku tidak punya kendaraan. Hmmm...ternyata aku sangat rindu angkot. Aku rindu suasana berdesak-desakan di angkot, ibu-ibu yang nge-gosip, anak sekolah yang mau berngkat sekolah, pengamen—sebut saja grup band—yang selalu up to date ngebawain lagu-lagu di perempatan jalan dan tentu saja aku kangen berat sama acara ngetem angkot. Fiuh,,,bener-bener aku rindu. Aku sadar itu.

Biasanya, ketika terbiasa naik angkot atau bus kota, aku selalu membayangkan asyiknya ngobrol bareng pacar. Aku selalu berharap suatu saat nanti ada seseorang yang selalu menemaniku—tentunya seorang wanita—kemanapun aku pergi. Tentunya naik kendaraan umum, bukan naik kendaraan pribadi. Sungguh, aku merindukan momen seperti ini. Sayangnya aku lagi jomblo heu...heu...(promosi yeuh!!!)

Tapi saat ini, ingatan itu semuanya pudar. Aku melupakan hal-hal itu dan terhanyut oleh suasana bus kota dan pemandangan kota Bandung sendiri. Entahlah, semuanya terasa berbeda dan sangat indah. Aku menikmati suasana ini dengan penuh rasa rindu. Bus kota, angkot, ojeg....Im coming!!!

Pukul 14.00 aku berangkat ke dealer naik bus DAMRI. Kebayang dong suasana sumpek, bau berbagai macam aroma wangi duniawi—mungkin juga surgawi—beraneka rasa. Semuanya tersedia bau-bauan di bus ini. Kita tinggal pilih bau mana saja—bau atau sangat bau. Tak beberapa lama datanglah para pedagang asongan menawarkan beberapa produk unggulan mereka. Diantaranya ada donat mirip dunkin donut. Kata si pedagang donat yang ia jual dibuat oleh mantan karyawan dunkin. Hmmm...hebat juga lip service-nya. Selain itu ada juga anak kecil yang berjualan. Anak itu sangat menyedihkan untuk dilihat oleh semua orang. Bajunya lusuh, kulitnya diolesi debu jalanan, wajahnya nampak bersinar kehitaman, alas kakinya kulit. Aku tak mau menyebutnya gelandangan atau anak jalanan karena aku sadar kalau dia juga ternyata sedang berjualan. Dia sedang menjual kesedihan, menjual nasib buruk dirinya sehingga menuntut belas kasihan dari kita semua untuk memberi sedikit harta. Dia menjual sesuatu. Dan berharap kita membelinya dengan beberapa recehan—itu pun kalau kita ikhlas.

Selang beberapa waktu, datanglah seorang pemuda sambil membawa gitar. Ah, pasti juga tukang ngamen—pikirku. Jreng...jreng...dan gitar mulai dimainkan. Waw, alangkah terkejutnya aku. Dia menyanyikan lagu barat yang aku sendiri tidak tahu lirik, judul dan penyanyinya. Hebat!!! Ini namanya tukang ngamen melek globalisasi.

Kalau dibandingkan dengan bus Mios jurusan Bandung-Garut, pengamen bus Damri lebih kreatif daripada bus Mios. Di bus Mios semua penumpang hanya disuguhi lagu dangdut dengan kunci gitar yang itu-itu saja. Nadanya pun nggak ada perubahan. Selalu saja yang itu. Sedangkan di Damri, aku serasa dengerin MTV. Lagunya up to date. Kalau pun nggak, pengamen pasti lebih tahu selera pendengar.

Andai saja aku bawa receh waktu itu, pasti sudah kukasih dia 5 keping uang logam pecahan seratus rupiah. Nyanyinya enak banget. Bikin gue merem-merem melek heu...heu...

Perjalanan ini sangat mengasyikkan walaupun hanya sebentar. Selain mengobati rasa rinduku terhadap angkot dan bus kota, aku bisa belajar untuk menyelami dalamnya makna hidup ini. Andai nasibku seperti mereka di jalanan, belum tentu aku bisa sebebas ini. Mungkin aku akan sama seperti mereka. Dicaci, dihina, nggak makan satu atau dua hari, tawuran, jadi sampah masyarakat dan hal-hal mengerikan lainnya. Aku nggak bisa bayangin kalo aku suatu hari nanti jadi gelandangan. Yang penting sekarang harus persiapan jika suatu hari jadi gelandangan. Sekarang (mungkin. Semoga saja nggak) kita yang hidup enak adalah calon-calon gelandangan masa depan. Ingat itu!

No comments: