Umurku sudah delapan belas tahun. Orang bilang umur segini tuh saatnya ngerasain hidup yang sebenernya. Aku harus bisa ngerasain gimana kerasnya hidup. Aku harus lebih sensitif lagi terhadap masalah-masalah di sekitar. Aku mesti—mau gak mau—peduli terhadap kahidupanku. Gak boleh lagi kayak SMA. Dan tentunya, aku harus bisa merasakan beban yang ditanggung oleh orang tua.
Mungkin seperti itulah hal-hal yang sering dipikirkan orang delapan belas tahunan. Nggak jarang dari kita langsung milih kerja daripada kuliah. Ada juga yang lebih mentingin kuliah daripada kerja. Bahkan ada yang dua-duanya. Kayaknya, fenomena kayak gini timbul dari kesadaran kita semua sebagai mahluk 18 tahun—sebut saja seperti itu—dan didasari oleh berbagai faktor.
Apa hal itu salah? Aku pikir nggak ada yang salah dengan semua itu. No problemo lah. Justru di situlah tingkat kedewasaan kita diuji, apakah kita berani mengambil keputusan dengan segala resiko yang ada? Atau kita lebih memilih titik aman dan terus menunggu waktu yang tepat dalam memilih keputusan.
Nah, sekarang gimana sama aku sendiri sebagai ”mahluk” yang telah berkeliaran selama 18 tahun di bumi tercinta ini? Mana yang aku pilih sebagai jalan hidup? Hmmm...sebenernya aku juga bingung.
Terus terang, sampai saat ini aku kadang—bahkan sering—terserang infantilisme. Tepatnya gejala ke-kanak-kanakan yang menyerang orang dewasa. Setiap hari, aku tak pernah lewat untuk tidak menyaksikan Spongebob squarepants. Entahlah, aku juga bingung. Namun, aku memang penggemar berat Spongebob. Beberapa hari kemarin, wallpaper di HP-ku bergambar spongebob. Bahkan, aku umumkan kepada beberapa temanku kalau spongebob adalah pahlawanku hwa...hwa...hiperbolis banget ya.
Sejak kapan aku tergila-gila pada spongebob? Hmmm...pertanyaan yang sulit dijawab. Aku pun tak tahu. Mungkin dari pertama kali muncul di TV aku sudah menyukainya. Spongebob memberiku banyak inspirasi dalam berpikir. Tingkah konyolnya sangat penting untuk direnungkan—daripada sekedar ditertawakan. Dia adalah tokoh kartun yang paling aneh yang pernah aku tonton. Dan Patrick—sahabat spongebob—adalah tokoh tertulalit namun intelek. Lho? Bingung, kan? Sama, aku juga bingung. Tetapi baguslah kalo kalian bingung. Kalo nggak bingung, berarti ada yang aneh dengan diri kalian.
Sebenarnya, aku tidak hanya menyukai Spongebob. Aku juga penggemar Jimmy Neutron, Chalkzone, Over the Hedge, Ice Age dan beberapa film kartun lainnya. Aku seneng kartun. Dan setiap hari aku menonton film tersebut bersama adikku. Biasanya sih sehabis pulang kuliah (jangan bilang siapa-siapa ya kalo kelakuanku seperti ini...).
Ada satu peristiwa yang nggak bisa aku lupain kalo ngobrolin soal kartun. Beberapa bulan kemaren pas film kartun Over the Hedge diputar di bioskop, aku bersama gebetan nonton bareng Over the Hedge. Bukan aku nggak mau nonton yang romantis—saat itu kalo ga salah HEART masih diputar—, tapi aku emang pengen banget nonton Over the Hedge. Aku juga sempet tanya sama dia, ”Neng, mau nonton apa?”. Dia jawab apa coba? ”Terserah Kiki aja, deh. Pokoknya Neng ikut aja”. Yasuw kalo gitu. Mumpung si Neng bilang ”terserah”, aku pilih aja Over the Hedge. Dan apa reaksi si Neng? Dia biasa aja tuh. Mungkin jaga sikap kali, ya.
Pas film diputer, aku sama si Neng ngakak abis ngeliat tingkah lucu dan innocent tokoh-tokoh kartunnya. Pokoknya nih film gue banget, deh. Trus, gimana romantisan-romantisannya dunk? Duh, boro-boro romantis-romantisan. Yang ada gue sama dia ketawa-ketiwi terus. No time for romantic if you see me watching cartoon, key?
Dan temen-temen gue juga udah mafhum sama tingkah aneh gue. Mereka juga udah pada tau kalo selama ini seorang Zakky terserang penyakit aneh yang dibawa oleh Spongebob ke dalam otaknya sehingga mengakibatkan beberapa komponen otaknya mampu berpikir aneh dan kadang berpikir lain daripada orang lain. Spongebob dkk. telah memberi warna baru bagi pola pikirnya. Terkadang kelakuannya pun seolah meniru tokoh kebanggaannya itu. Setidaknya itulah persepsi teman-temanku yang tahu siapa aku ini.
Apa nggak malu tuh udah gede tapi jadi fans berat Spongebob? Sama sekali nggak! Justru aku bangga. Lho, adda appa ini adda appa?
Kadang orang menganggap remeh hal-hal kecil semacam pola pikir Spongebob ataupun Patrick. Namun bagiku, pola pikir mereka unik. Mereka mempunyai cara tersendiri dalam mengungkapkan maksud, kekonyolan mereka serta bagaimana mereka menyikapi sesuatu. Hmmm...aneh ya? Baru kali ini ada mahasiswa yang membahas pola pikir Spongebob ditinjau dari segi keunikannya hwa...hwa...
Buatku, kartun nggak hanya sebatas hiburan. Aku sering ngambil banyak inspirasi dari film kartun, terutama spongebob. Bagaimana dengan kalian???
1 comment:
Muhun neng Susan, abdi setuju!!! Hidup Spongebob!!!
Post a Comment