Monday, July 16, 2007

MATAKU ADA EMPAT

Adakalanya seseorang itu harus menyerah pada sesuatu bernama MALU. Kadang, karena terpaksa dan dipaksa oleh keadaan kita bisa menutupi rasa malu tersebut. Walaupun tetap malu, toh lebih baik malu daripada tidak sama sekali (ngomong apaan sih?).

Jadi begini, gue dulu parno banget kalo sesuatu yang nggak biasa tiba-tiba harus melekat dan menjadi image bagi gue. Gue udah biasa disebut orang alim dan hampir nggak mau disebut anak badung. Gue udah terbiasa dengan berita-berita baik dan nggak mau denger berita buruk. Tapi itu dulu.



Sekarang gimana? Hmm...kalo sekarang sudah sedikit berubah dan fine-fine aja mau disebut anak apapun. Toh ternyata itu hanya paradigma gue aja yang salah. Tapi ada satu hal yang masih ngeganjel soal paradigma ini dan susah banget buat gue nerimanya. Apakah itu?



Kaca mata. Lebih tepatnya, pria berkacamata. Yeah, gue masih nggak PD kalo harus memakai kaca mata. Rasanya nggak banget dan terkesan pemikir tulen yang gaulnya Cuma sama buku. Gue juga nggak mau dikatain, “Wah, Zak lo minus berapa? Makanya jangan kebanyakan baca buku. Sekali-kali main dong”.



Memang, nggak selamanya orang berkacamata identik sama buku. Mungkin juga banyak orang yang nggak baca buku memakai kaca mata karena alasan tertentu. Contoh: Ian Kasela. Tapi nggak tahu kenapa ya, gue punya perasaan nggak banget deh pake kaca mata.



Seharusnya, gue rajin pake kaca mata dari kelas 2 SMA. Waktu itu minusnya masih imut-imut, yaitu minus 1 dan 0,75. Duh, masih imut dan jinak banget ya minusnya. Namun karena alasan kesehatan, dokter menyarankan untuk membeli kaca mata. Ya, dokter menyarankan untuk membeli kaca mata. Akhirnya, gue membeli kaca mata. Pertama kali dicoba di toko optik rasanya mata jelas banget. Serasa terlahir kembali ke dunia. Gue udah bertekad bulat untuk memakainya.



Namun apa yang terjadi saudar-saudara? Datang ke pondok mental gue ciut. Belum lagi harus menghadapi orang-orang se-tipe Peu2 dan P-nyoe yang kata-katanya terlalu tajam untuk didengar. Pokoknya, gue rahasiain hal ini dan berharap tidak ada seorang pun yang tahu kalo gue pake kaca mata.



Dugaan gue Cuma bertahan 1 hari. Temen-temen se-asrama udah pada tahu kalo Zakky bermata minus dan bertubuh kecil (ya iyalah ). Muka gue merah pas pake kaca mata diliatin sama Minceu dan Ade. Mereka ketawa-tawa nggak karuan. Sedangkan gue nggak sadar kalo gue lagi pake kaca mata. Hmm...orang yang aneh.



Akhirnya, berita itu tersebar dengan cepat ke asrama lainnya. Gue Cuma bisa pasrah dan berharap mereka mau mengampuniku (lho???). Ya sudah, karena kepalang tanggung, aku pake aja kaca mata tersebut di kelas. Harap dicatat, hanya dipakai di kelas. Sedangkan di luar kelas nggak dipake. Temen-temen juga agak sedikit aneh memandang gue memakai kaca mata. Gue apalagi. Dunia memang terasa lebih jelas. Namun agak sedikit aneh. Nggak tahu kenapa.



Waktu itu mungkin gue nggak PD buat pake KM (akronim dari Kaca Mata). Maka dari itu, usia KM gue nggak bertahan lama. Hanya beberapa bulan pake KM, gue dengan berat hati menyimpannya di tempat peristirahatan terakhirnya yaitu kotak KM. Lebih tepatnya dimumikan dan diawetkan.



Gue bebas dan nggak terbebani lagi sekarang. KM yang membatasi udah gue lepas. Lebih baik bebas daripada dibatasi oleh kaca mata. Itulah prinsip gue waktu dulu.



Namun, seiring waktu berjalan, ternyata penglihatanku semakin kabur saja. Cewek yang dulu kelihatannya cantik mendadak mukanya rata dalam penglihatanku. Cowok yang nggak ganteng-ganteng amat kok berubah jadi paling ganteng se-Unisba. Gue merenungi hal ini. Gue introspeksi, mungkin gue punya banyak dosa. Dan ternyata mata gue yang banyak dosa. Maksudnya, mata gue minus dan harus segera diobati. Dan satu-satunya pengobatan yang harus dilakukan sekarang adalah memakai kaca mata! Alamak....



Akhirnya gue menghubungi seorang teman yang punya kenalan dengan seorang spesialis kaca mata dan mata minus. Gue disuruh baca huruf dari kejauhan. Dan hasilnya sangat mengkhawatirkan! Mataku sekarang minus 1,75 dan 1,5 brow!!!



Dengan berat hati, terpaksa saya harus rajin pake kaca mata. Ke kampus, ke kost-an temen, ke rumah, dan kemana pun saya pergi. Duh, repot banget pake KM ini. Apalagi pilihan lensanya adalah photo grey. FYI, lensa ini terbuat dari kaca. Selain itu, bisa menyesuaikan dengan keadaan sekitar. Jika keadaan sekitar intensitas cahayanya berlebihan, maka secara otomatis lensa berubah warna menjadi agak kehitaman. Dan bila intensitas cahaya kurang, maka lensa berwarna bening. Dibandingkan dengan super sin yang terbuat dari plastik dan mudah tergores, photo grey tahan gores. Kekurangannya Cuma satu: agak berat kalo dipake.



Perjuangan belum berakhir seobat. Ketika pertama kali pake kaca mata, keluarga gue pada heran. Temen-temen apalagi. Terutama ketika kita latiha debat di masjid, temen cewek gue perlu waktu beberapa saat untuk mengenali siapakah orang yang berkaca mata ini. Dia aja sampe segitunya. Apalgi ntar kalo ketemu temen-temen SMA. Bisa mati aku!



Akhirnya, saya sadar. Saya sadar kalau KM itu penting sekali. Setidaknya untuk saat ini. Mungkin, kalau saya punya rezeki banyak, Insya Allah akan saya normalkan pakai LASIK he..he..(mimpi itu harus yang tinggi dan nggak boleh setengah-setengah dalam bermimpi). Salah seorang teman saya bilang: ”Selamat datang di dunia kaca mata. Secara otomatis anda sudah terdaftar menjadi member dari spesies kami”.

No comments: