Wednesday, November 19, 2008

Pariwara Pahlawan

Sumpah pemuda kali ini agak unik karena momentumnya berhadapan dengan Pilpres 2009. Banyak harapan kaum muda bisa maju dan memanfaatkan momentum. Tapi nampaknya kaum muda belum berpeluang dalam pilpres 2009. Karena wajah-wajah lama dan 'lapuk' serta 'bau tanah' terus mendominasi.

Ada iklan perlu kita kritisi akhir-akhir ini. Yaitu iklan sumpah pemuda versi sebuah partai, katakanlah partai itu relatif baik. Di dalam iklan tersebut ada dua tokoh yang diiklankan. Pertama adalah KH Ahmad Dahlan dan kedua adalah KH Hasyim Asy'ari.

Lalu, apa yang menjadi masalah?

Sebagai kaum muda, termasuk saya, sangat menyayangkan iklan tersebut. Karena penayangannya bukan untuk memperingati sumpah pemuda tetapi lebih ke jualan politik dan jualan ideologi. Bukan memberi contoh tapi mendapat kritikan terutama dari Angkatan Muda Muhammadiyah dan Pemuda NU.

Iklan versi KH Ahmada Dahlan cenderung meniru Laskar Pelangi, seolah-olah Bu Muslimah (Bu Mus) berbicara pada kita bahwa KH Ahmad Dahlan itu pejuang dan bla..bla..bla..setelah itu barulah logo partai tersebut muncul. Versi KH Hasyim Asy'ari agak berbeda dari versi KH Ahmada Dahlan.

Memang, tidak ada salahnya memajang tokoh sekaliber mereka berdua. Undang-undang pun tidak melarang. Namun ini berbicara masalah sopan santun, ini berbicara masalah etika, ini berbicara masalah ketersinggungan salah satu pihak. Dan yang harus kita kritisi adalah sebentar lagi Pilpres, pemilihan umum. Kalian tentunya tahu maksud saya mengarah kemana?

Ya, perolehan suara. Dengan adanya simbol dua pahlawan tadi, maka dua ideologi besar terjaring: NU & Muhammadiyah. NU memiliki massa terbesar di Indonesia, begitu juga Muhammadiyah. Walaupun iklan tadi tidak eksplisit, tetapi masyarakat bisa menerjemahkan bahwa iklan tersebut seolah mengajak simpatisan NU dan Muhammadiyah untuk memilih partai. (Perlu diketahui, beberapa tahun terakhir hubungan partai tersebut dengan NU dan Muhammadiyah agak kurang harmonis).

Jika memang islam (juga agama lainnya) mengajarkan etika, sopan santun, dan jangan pernah menyinggung perasaan orang lain, maka ideologi macam apakah ini? Islamkah? (Karena yang saya tahu partai tersebut sangat religius)

Ada kabar bahwa Dien Syamsuddin (Ketua PP Muhammadiyah) ingin mematenkan tokoh sekaliber KH Ahmad Dahlan sebagai simbol dari Muhammadiyah agar tak disalahgunakan untuk kepentingan politik semisal kampanye iklan di TV.

Banyak yang mempergunakan tokoh Soekarno dalam iklan kampanyenya dan tak ada yang protes. Itu memang Soekarno orang politik, aktif di plitik, pernah ditahan karena politik, dan semuanya berbau politik. Jadi dari mulai PNI, PDI, PDI-P, dan partai berbau 'merah' rata-rata memasang Soekarno sebagai panutannya.

Apa partai tersebut lupa bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang harus menjaga jarak dari politik? Kalaupun memang ingin berpolitik, itu hanya bersifat pribadi dan bukan organisasi. Bahkan KH Ahmad Dahlan telah mewanti-wanti dari dulu bahwa Muhammadiyah bukanlah organisasi politik. Jadi, nampaknya ada pesan yang tidak ditangkap partai tersebut dari Organisasi sekelas Muhammadiyah.

Saya hanya ingin menegaskan bahwa penghargaan kita terhadap pahlawan tidak murni. Sama halnya ketika pemerintah beberapa bulan yang lalu menaikkan anggaran pendidikan sebesar 20% dan momentumnya menghadapi 2009, Pilpres. Atau rencana penurunan BBM yang menunggu hingga 1 Desember 2008. Padahal Malaysia sudah beberapa kali menurunkan harga BBM dalam 4 bulan terakhir. Padahal BBM di Malaysia kadar oktan terendahnya 92 Rp 5.200(setara Pertamax) dan tertinggi 97 Rp 5.800 (melebihi Pertamax plus yang beroktan 95). Jadi mengapa harus menunggu lama jika harga ICP (Indonesian Crude Petroleum) telah turun ke level 60-70 dollar perbarrel?

Mengapa harus menunggu sampai Pemilu mendekat? Apakah karena takut tidak terpilih kembali? Atau demi menjaga citra 'kegantengan', 'kegagahan' dan 'kejantanan'?

Founding Fathers (Pahlawan) kita telah begitu bekerja keras demi mengeluarkan konsep ekonomi kerakyatan, walaupun sistem ekonomi yang kita anut saat ini sangat-sangat kapitalistik dan jauh dari ekonomi kerakyatan. Setidaknya, jika kita tak bisa menghargai karya dan konsep tersebut, bisakah kita menghormati mereka sebagai pahlawan dan bukan sebagai barang jualan?

3 comments:

Shanty Mahanani said...

Setuju, dengan menggenggam konsep itu dalam hati..!

Zakky Rafany said...

Thankyu dah ngasih comment di posting yg ini mbak. Padahal isu ini agak sensitif hehe...

Shanty Mahanani said...

Mengungkap 'kejanggalan'..!
Salut atas keberanian..!