Tuesday, June 22, 2010

Delay Bersama Asmiranda Mini



Akhir-akhir ini rasa malas untuk menulis semakin menjadi. Entah itu banyak ide atau sedikit ide menulis rasanya tak ada gairah. Jika ad aide muncul, saya hanya mencatat ide pokoknya saja kemudian menyimpannya dalam folder bernama Bank of Ideas. Dengan alasan bahwa ide yang diendapkan akan lebih bagus jika dikeluarkan pada suatu hari. Seperti orang bilang, wine yang disimpan dalam kotak kayu dalam jangka waktu tahunan atau seperti rokok kretek yang kualitasnya akan lebih bagus jika disimpan untuk waktu yang lama. Kira-kira begitulah analogi yang saya anut berkanaan dengan ide yang ditimbun.

Satu-dua hari bukan masalah jika tak menulis. Tapi akan menjadi masalah jika terlalu lama tidak menulis. Masalahnya, saya terlalu lama tidak menulis. Mungkin untuk beberapa minggu. Banyak alasan, tapi alasan yang paling utama adalah malas. Ada juga alasan lain yaitu saya harus menulis untuk yanhg lain. Ya, menulis laporan magang kemudian lanjut pengajuan judul skripsi. Walaupun menulis, saya merasa tidak mendapat soul atau intisari dari sebuah laporan magang karena hanya melaporkan pekerjaan selama magang dengan berbagai macam batasan yang rigid seperti pendahuluan, landasan teori, bla…bla…bla…

Dalam menulis, saya cenderung antiklimaks. Ketika telah mencapai apa yang diinginkan bukan tambah semangat tapi malah terjebak pada rasa puas diri. Merasa tulisan saya sudah bagus dan tak perlu membuat tulisan lagi. Seolah-olah karya saya sudah menjadi masterpiece yang melegenda. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.

Untuk menstimulus menulis, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Namun untuk saat ini saya ingin menulis tentang sesuatu yang tidak bisa didefinisikan. hal itu selalu membuat saya terusik karena pada dasarnya sesuatu tersebut butuh sebuah tempat bernama ungkapan. And you know what?

#LOVE#

Tidak, saya tidak sedang jatuh cinta. Ada beberapa fragmen dalam hidup orang lain yang ingin saya ceritakan. Mozaik yang harus utuh dengan hadirnya cerita cinta. Kelak anak-cucunya—juga anak-cucu saya—akan mengerti #peribahasa gagal# yang berbunyi: Single itu prinsip, jomblo itu nasib :D

Bandung, 20 November 2009

Message: Kami beritahukan kepada penumpang AA flight number QZ 7951 tujuan Bandung-Singapura bahwa pesawat akan mengalami delay selama satu jam. Mohon maaf atas keterlambatan ini. Terima kasih.

Ketika seorang pria dewasa akan berangkat ke tempat yang jauh, kira-kira siapakah yang paling sibuk? Jawabannya orang tua. Sebelum hari H keberangkatan, ibu selalu mengingatkan saya untuk tidak lupa membawa peralatan mandi, makanan, baju, dan lain-lain. Bahkan mau repot membelikan souvenir khas Jogja khusus untuk teman-teman yang ikut conference. Well, begitulah seorang ibu.

Flight schedule seharusnya jam 11.05 WIB, tapi karena delay schedule-nya berubah menjadi jam 12.05 WIB—waktu Indonesia banget. Saya maklum, ZP—temen yang bakal berangkat bareng ke Singapura—juga maklum. Kami berdua memaklumi untuk dimaklumi—sebagai penulis saya juga bingung dengan kalimat ini.

Babeh: Di Singapura nginep dimana Ki?
Saya: Di sodaranya ZP
Babeh: Daerah mana?
Saya: Mmm…nggak tau pak hehe...
Babeh: …???

Selain merepotkan, anak biasanya selalu membuat orang tua khawatir dan cemas. Sampai hari H keberangkatan saya sendiri tak tahu harus menginap dimana ketika nanti tiba di Singapura. Yang saya tahu ZP punya sodara di sana. titik. Masalah sodaranya tinggal dimana, jalan apa, daerahnya dimana, saya serahkan pada ZP.

Masalahnya…
Saya: ZP, sodara kamu teh tinggal dimana di Singapuranya?
ZP: Mmm…gak tau saya juga. Coba aja nih baca hasil chatting saya sama sodara via YM
Saya: …???

Saya ambil tiga lembar kertas di tangannya. Di situ ada hasil chatting yang di-print. Di lembar berikutnya ada denah lokasi tempat tinggal sodaranya yang di Singapur. Mungkin karena resolusinya jelek, hasil print peta tersebut tidak begitu jelas. Saya hanya tahu bahwa sodaranya tinggal di sebuah tempat bernama Ang Mo Kio. Walaupun Singapur termasuk Negara yang kecil, tersesat di negeri orang bukanlah ide bagus. Dan saat ini, sadar atau tidak, kami berdua sedang menempatkan diri dalam posisi ‘siap tersesat dan disesatkan’.

Tak ada pilihan lain. Kami berdua pilih modal nekad saja.

Di Bandara…

Setidaknya kami tahu mengapa pesawat kali ini harus delay. Faktor cuaca yang tidak menentu membuat kami semua tertahan di bandara. Hujan disertai angin kencang tak henti-hentinya turun. Jam sudah menunjukkan pukul 12.05 dan di luar masih hujan. Belum ada kepastian kapan kami semua bisa berangkat dengan kondisi seperti ini. Saya menunggu dengan harap, bahwa hujan akan segera reda. Begitu juga penumpang yang lain.

CTTAAAARRRR!!!

Petir menyambar, tepat saat mata saya menatap seorang gadis (sinetron pun tak pernah sebegini dramatis).

Aih, cantik nian gadis itu. Dengan rambut sebahu dibalut t-shirt warna pink. Dia sedang asyik memainkan Blackberry, nampaknya sedang update status. Sesekali dia menatap keluar memerhatikan hujan kemudian asyik kembali menatap layar handphone. Wajahnya amboy rupawan. Kesimpulan sementara saya, delay ini sudah diatur oleh yang Di Atas. Kita berdua sudah ditakdirkan untuk bertemu—ok..ok..ngarep emang.

Kehadiran gadis rupawan ini ternyata ‘terendus’ pula oleh ZP. Setelah beberapa saat memerhatikan, tiba-tiba ZP berkata, “Ky, arah jam 2. Check it out!”

Ya, saudara-saudara ternyata kalau masalah beginian cepet banget nyambungnya. Waktu kecil saya sering menyaksikan iklan atau drama yang berkisah tentang wanita dan pria yang bertemu di bandara atau di pesawat. Dimulai dari obrolan basa-basi-bisu kemudian lanjut ke masalah personal dan berlanjut lagi pada sebuah hubungan. Itulah yang ada di benak saya saat ini, sambil menerka-nerka kemungkinan ke arah itu hahaha…
Tiba-tiba dia menoleh ke arah kami. whattt the…?? Aih, dia juga senyum—walau kami gak tahu pasti dia senyum ke siapa. Kemudian dia ngobrol bersama—setelah analisis mendalam kami simpulkan—ibunya. Tempat duduknya tepat berada di depan kami namun agak di seberang. Untuk memudahkan coba bayangkan arah jam 2.

Hujan masih turun seolah tak mau berhenti. Hujan membasahi jalan dan bunga-bunga di sekitar bandara. Hujan juga membasahi hati kami, membuatnya mekar bagai bunga yang indah. Beberapa bagian dari diri kami berloncatan kesana-kemari hingga kadang salah tingkah. Bagai prajurit yang diserang oleh badai perasaan, kami tak bisa menahan rasa untuk sekedar berbasa-basi atau minimal bertanya, “Hi…Assalamu’alaikum, boleh kenalan? Namanya siapa?”

Saya: Subhanallah, gumelis kacida...
ZP: Bahaya ini…bahaya…
Saya: Dunia persilatan gempar!!
ZP: Eksekusi saja gitu ini teh? (istilah ‘eksekusi’ sering kami gunakan untuk mengimplementasikan niat berkenalan. Percuma kan kalo niat doang :p )
Saya: Sok lah, niat tidak akan sempurna kecuali dilaksanakan. Anniyatu la tuqbalu illa bil’amali (hadits dhoif rowahu pribadi hihihiiii…)

Waktu menunjukkan pukul 13.05 dan ini berarti sudah dua jam delay. Saya lihat beberapa penumpang nampak bosan menunggu. Waktu itu masih ramai kasus Bibit-Chandra—sekarang juga masih hot. Tiba-tiba terdengar pengumuman bahwa pesawat masih akan delay sampai pukul 14.05. karena keterlambatan tersebut, pihak maskapai yang bersangkutan memberi kami kompensasi berupa snack.

Sembari ngantri snack, kami berspekulasi tentang gadis cantik tersebut.
Saya: Kalau dipikir-pikir dia mirip sama Nikita Willy ya
ZP: Ceuk saha? Lebih mirip Asmiranda lah
Saya: Nikita Willy, sok coba dicek
ZP: Asmiranda Ky. Cuma Asmiranda cilik. Eh, Asmiranda mini ketang
Asmiranda mini? Sounds good.

Sambil makan snack, saya berusaha untuk provoke ZP supaya gentle dan berani menghadapi gadis tersebut. Dengan beribu alasan saya tegaskan pentingnya mengenal lebih dekat tipe gadis seperti itu. Alasan pertama tentu saja cantik. Di dalam sebuah hadis, salah satu kriteria dalam memilih calon pendamping adalah ketampanan/kecantikan walaupun yang paling baik adalah mendasarkan pada agama. Tapi tetap saja cantik/tampan (fisik juga) menjadi sebuah pertimbangan. Kedua, dilihat dari segi fisik dan kelakuannya gadis tersebut nmpaknya masih SMA. Banyak orang mengatakan bahwa pasangan yang ideal adalah pasangan dimana laki-laki berusia lebih tua dari wanita. Perbedaan umur 3-5 tahun dianggap ideal. Ketiga, status ZP waktu itu masih single. So, tunggu apa lagi man??

Konsekuensi Kalau misalnya dia nggak berani dan cenderung pasif, saya yang akan take over haha…

Kali ini saya berniat jadi provokator saja karena ingat istri di rumah—kapan gue nikah?? I was in relationship with someone, that’s what I mean. Lalu, momen yang ditunggu pun datang. Karena tempat duduk yang tadi ditempati oleh gadis tersebut diambil alih orang lain, maka dia kebingungan mencari tempat duduk. Satu-satunya jajaran yang kosong adalah jajaran tempat duduk kami. jajaran ini hanya diisi oleh tiga orang—saya, ZP, dan orang entah siapa namanya. Tak lama kemudian gadis tersebut pindah ke belakang, ke jajaran kami, dia duduk sambil menebar senyum perlahan. Set, bagai anak kecil yang baru mendapat hadiah ulang tahun, bagai anak yang ketiban rezeki berkah dikhitan, dalam hati kami melonjak kegirangan. Nyawa kami berloncatan kesana-kemari. “ZP, Something happen! C’mon guys, lakukan pergerakan progresif! Hehe…” kata saya.

ZP yang dari tadi harap-harap cemas semakin bertambah cemasnya. Gadis yang dari tadi menjadi buah bibir tiba-tiba berada tepat di samping kami, hanya dibatasi satu kursi kosong.

Saya: Ayo, eksekusi langsung aja Pe…
ZP: Euhh…aduhh…itu..euhh…
Saya: …???

Mengapa seorang lelaki terlihat sangat gugup ketika bertemu dengan wanita? Dan mengapa wanita selalu bisa menyembunyikan perasaan seolah tak terjadi apa-apa? Untuk sementara itulah intisari yang bisa saya tangkap. Demi kelancaran dan suksesnya eksekusi, saya lebih baik permisi untuk ke toilet. Mungkin sehabis dari toilet plot cerita akan berubah.

Sepuluh menit berada dalam toilet bukan ide bagus. Namun demi kelancaran bersama, saya ikhlaskan diri untuk itu. Kemudian saya duduk di tempat semula dan menunggu kabar terbaru. Seharusnya, sebagai penggemar teknologi, ZP dapat memanfaatkan situs jejaring sosial semacam fb atau twitter untuk memohon saran jika terjebak dalam kondisi seperti ini. Tapi karena sudah nervous duluan, klaim teknologi yang bisa menyelesaikan masalah tidak teraplikasikan dengan baik. Walhasil, saya belum melihat ada tanda-tanda jalan cerita akan berubah. Keduanya masih asyik dengan pikiran masing-masing.

Saya: Target sudah dieksekusi?
ZP: Sedikit hehe…
Saya: Oh ya? Gimana…gimana…?
ZP: Cuma tanya aja, “Mau ke singapur?”
Saya: Terus?
ZP: dia ngangguk.
Saya: Terus?
ZP: Udah, itu doang
Saya: Gubrakkzzz!!!

Woalahhh…capek-capek saya ngungsi ke toilet berharap keajaiban terjadi. Nyatanya cuma gitu doang? Anak SD juga bisa kaleee…

Jam menunjukkan pukul 15.30 tepat saat terdengar pengumuman agar semua penumpang segera menuju pesawat. Setelah delay selama 4 ½ jam akhirnya kami mendapat kepastian untuk berangkat menuju Singapur. Delay yang cukup menguras kesabaran dan perasaan, terutama bagi ZP karena sampai saat ini belum berhasil melakukan pergerakan yang efektif. Pergerakan efektif yang saya maksud adalah minimal bisa tahu nama, nomer handphone, dan fb-nya. Karena tiga hal itu dirasa sudah cukup efektif untuk menyusun rencana selanjutnya. You know what I’m thinking about, rite?

Setelah masuk pesawat pun kami tak bisa menyembunyikan rasa penasaran. Untuk memastikan di kursi berapa gadis tersebut duduk, maka ZP permisi ke toilet. Saya tahu, dia tidak ada keperluan dengan toilet. Dia hanya memastikan—juga mencemaskan—di jajaran berapakah gadis tersebut duduk. Seorang lelaki kadang bersikap irasional ketika berhadapan dengan wanita, tak berdasar dengan mencemaskannya, dan bertindak tidak penting. Namun hal itu menjadi sirna ketika ZP berkata dengan sumringah, “Betul Ky, kursi 24 C di belakang hehe…”

Sayangnya walaupun sudah mendarat di Changi, tidak ada pergerakan efektif yang berarti. Satu-satunya kenangan terakhir bersama gadis tersebut adalah ketika kami berpisah saat hendak ke Terminal 2. Seperti biasa, gadis itu tersenyum pada kami berdua—walau sampai tulisan ini diturunkan keabsahannya kurang valid hehe—kemudian dia dan ibunya pergi menuju pintu keluar. ZP dengan ekspresi tegarnya hanya bisa berkata, “Kalau jodoh nggak kemana”. Komentar saya, “Kalau nggak diusahain sama aja bohong”.

Well, kesempatan sering tidak terduga cara dan datangnya. Benar, kesempatan sekecil apapun harus bisa dimaksimalkan dengan baik. Perbedaan pembalap pertama dan kedua dalam Moto GP hanya berbeda sepersekian detik, man. So, don’t waste your time and your effort much!

Semoga dengan kisah ini kita bisa lebih memahami #peribahasa gagal# yang berbunyi: Single itu prinsip, jomblo itu nasib :D


Gambar: www.deviantart.com

2 comments:

Vania est Koei said...

Assalamualaikum :) hi, just read your blog :) hilarious but still young pack :) aku vania, dari YouthEmPowering:) salam kenal. Wassalam

Bookstag's Daily said...

https://www.cekaja.com/info/bahaya-menyimpan-makanan-panas-di-wadah-plastik-yang-patut-diwaspadai